Pendidikan Moral
Arti Pendidikan Moral
Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No
20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Sedangkan moral merupakan kondisi
pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan
nilai-nilai baik dan buruk. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia
tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral
diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki
moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya
dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan
yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk
mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta
didik agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai
dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat.
Pendidikan Moral Menurut Pandangan Islam
Ada istilah yang senantiasa disejajarkan
ketika seseorang membicarakan tentang etika sosial manusia. Di antara
istilah-sitilah itu adalah moral, etika, dan akhlak. Rachmat Djatnika
(1996:26) dalam bukunya yang berjudul Sistem Ethika Islami mengatakan bahwa sinonim dari akhlak adalah etika dan moral.
Seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa pengertian dari moral dipakai untuk menunjuk kepada suatu tindakan
atau perbuatan yang sesuai dengan ide-ide umum yang berlaku dalam suatu
komunitas atau lingkungan tertentu.
Sementara itu dikatakan oleh Karl Barth,
kata “etika” yang berasal dari kata “ethos” adalah sebanding dengan kata
“moral” dari kata “mos”. Kedua-duanya merupakan filsafat tentang adat
kebiasaan. Di sini Karl Barth secara tegas memberikan penjajaran yang
sama antara kata etika dan moral.
Terkait dengan moralitas atau akhlak
manusia ini, al-Ghazali membuat pembedaan dengan menempatkan manusia
pada empat tingkatan. Pertama, terdiri dari orang-orang yang lengah,
yang tidak dapat membedakan kebenaran dengan yang palsu, atau antara
yang baik dengan yang buruk. Nafsu jasmani kelompok ini bertambah kuat,
karena tidak memperturutkannya. Kedua, terdiri dari orang yang tahu
betul tentang keburukan dari tingkah laku yang buruk, tetapi tidak
menjauhkan diri dari perbuatan itu. Mereka tidak dapat meninggalkan
perbuatan itu disebabkan adanya kenikmatan yang dirasakan dari
perbuatana itu. Ketiga, orang-orang yang merasa bahwa perbuatan buruk
yang dilakukannya adalah sebagai perbuatan yang benar dan baik.
Pembenaran yang demikian dapat berasal dari adanya kesepakatan kolektif
yang berupa adat kebiasaan suatu masyarakat. Dengan demikian orang-orang
ini melakukan perbuatan tercelanya dengan leluasa dan tanpa merasa
berdosa. Keempat, orang-orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
buruk atas dasar keyakinannya (Abul Quasem, 1988:92).
Dalam rangka tujuan membangun akhlak yang
baik dalam diri manusia, al-Ghazali menyarankan agar latihan moral ini
dimulai sejak usia dini. Pribahasa Arab mengatakan bahwa pembelajaran
sejak kecil seperti mengguratkan tulisan di atas batu. Orang tua
menurutnya bertanggung jawab atas diri anak-anaknya. Bahkan ia
mengatakan agar seorang anak diasuh dan disusukan oleh seorang perempuan
yang saleh. Makanan berupa susu yang berasal dari sumber yang tidak
halal akan mengarahkan tabiat anak ke arah yang buruk. Setelah memasuki
usia cerdas (tamyiz), seorang anak harus diperkenalkan dengan
nilai-nilai kebaikan yang diajarkan dalam Islam. Seperti disebutkan di
atas, proses ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan melalui proses
logis atas setiap perbuatan , baik yang menyangkut perbuatan baik atau
buruk. Melakukan identifikasi secara rasional atas setiap akibat dari
perbuatan baik dan buruk bagi kehidupan diri dan sosialnya.
Ketika pikirana logis itu menyertai
perbuatan seseorang, insya Allah setiap orang akan berpikir lebih dahulu
dalam melakukan perbuatannya. Apakah perbuatan itu berimplikasi buruk,
baik yang berupa munculnya prasangka buruk terhadap dirinya, atau secara
langsung berakibat buruk terhadap orang lain. Dengan kata lain terdapat
kontrol yang terus menerus dari diri seseorang ketika akan melakukan
suatu perbuatan tertentu. Seseorang akan memiliki kesadaran sejati dan
pertimbangan yang matang terhadap implikasi-implikasi dari setiap
perbuatannya.
Komentar
Posting Komentar